Cerpen cinta Will You Marry Me ~ 02 {End}

Nah ini nih kelanjutan cerpen Will you Marry me yang dijanjiin semalem. Cuma ada dua part dan ini adalah part endingnya. Mau tau kan sama gimana kelanjutan dari part sebelumnya, langsung aja kita cek kebawah.

Tapi sebelum itu, untuk yang udah penasaran sama part sebelumnya, liat aja disini cerpen will you marry me ~ 01, selamat membaca...

Will you marry me
Will You Marry Me

Cerpen Will you Marry me


Dua minggu setelah kedekatan mereka, Anton mengajaknya kencan. Jalan berdua, makan malam bersama, nonton kemudian ketaman hiburan. Itu termasuk kencan bukan? Begitulah kata Anton saat itu, dan Icha dengan senang hati menerimanya. Berjalan sambil bergandengan tangan setelah menyelesaikan pekerjaannya, dan mereka mendapatkan tugas berdua kembali. Dan kali ini, Anton mengatakan mereka akan mengerjakannya bersama, semuanya. Tanpa dibagi tugas, atau setidaknya mereka akan langsung saling mengoreksi bareng-bareng, agar tidak terjadi kesalahan. Dan itu tentu nya membuat kedekatan mereka menarik perhatian dari sebagian besar teman-teman kantornya.

Bagimana tidak, Anton yang terkenal pendiam dan jarang bergaul, tiba-tiba dekat dan sering jalan bareng dengan Icha sang pekerja baru. Beberapa diantara cewek-cewek yang sempat menarik simpati kearah Anton tapi dicuekin tampak menjauhi dan membicarakan Icha dibelakang. Tentu saja tidak ada yang berani ngelabrak, karena Anton selalu berada disekitarnya, Icha sendiri menyadari beberapa temannya tidak menyukai kedekatan mereka dan itu sedikit mengganggu fikirannya. Bagaimana bisa ia dijauhi dan diasingkan oleh teman-temannya padahal ia masih tergolong baru.

"Aku benar-benar tidak ada teman sekarang," keluh Icha setelah menceritakan masalahnya kepada Anton yang saat itu sedang jalan disampingnya.

"Aku rasa kamu tidak akan butuh mereka," Balas Anton sambil tersenyum.

"Bagaimana aku nggak butuh, mereka kan teman sekantor ku," Kata Icha sambil cemberut "Dan mereka menjauhiku hanya karena aku dekat denganmu, apakah menurutmu itu adil buat ku?" Lanjutnya dengan nada protes.

"Apakah bersamaku saja tidak cukup?" Anton balik bertanya yang membuat Icha menghentikan langkahnya dan menatap Anton tanpa suara "Oh ayolah Cha, kita selalu bersama baik berangkat, dikantor maupun pulang bukan? Dan kamu bisa mengajakku kemana pun kalau memang sedang bosen dirumah saat hari libur. Aku yakin kamu tidak butuh mereka kalau hanya sekedar teman ngobrol bukan?" lanjut Anton sambil tersenyum menenangkan. Dan sepertinya hal itu berhasil, karena Icha mulai memberikan senyuman tipis kalau tidak bisa dibilang tulus.

"Kamu yakin akan menemaniku dan selalu ada waktu buatku?" Icha menyakinkan.

"Always," jawab Anton penuh keyakinan "Kamu bisa menghubungiku kapanpun yang kamu inginkan, dan aku yakin kamu tidak akan kesepian," jawab Anton sambil tersenyum.

"Tapi mereka menjauhiku karena kamu," Gerutu Icha dan melanjutkan langkahnya kembali, Anton mengikutinya dibelakang.

"Tapi aku tidak bisa menjauhimu kalau itu yang kamu inginkan agar mereka kembali normal," balas Anton santai namun penuh penegasan, membuat Icha menoleh tanpa menghentikan langkahnya "Kamu tidak memintaku melakukannya kan?" lanjutnya sambil menoleh kearah Icha dan membuat pandangan keduanya bertemu. Untuk beberapa saat keduanya tidak bersuara, hanya saling menatap. Icha dengan jelas melihat ada kesungguhan dalam cahaya mata Anton, membuatnya mengalah dan mengalihkan tatapannya kemudian menghembuskan nafas perlahan.

"Aku tidak mengatakan kamu harus menjauh," kata Icha menjawab apapun yang tadi Anton katakan, membuat Anton tersenyum lega dan kembali menatap kedepan.

"Aku tau itu. Jadi udah selesai kan masalahnya? Jangan perdulikan apa kata mereka ya?" pinta Anton tulus, membuat Icha mengangguk menyakinkan "Ngomong-ngomong, sepertinya ini pertengkaran pertama kita," lanjutnya sambil tersenyum.

"Aku rasa juga begitu," jawab Icha dan ikut tersenyum kemudian melanjutkan perjalanan dengan bergandengan tangan bersama Anton.

Icha menyesap kopi yang sudah dingin begitu bayangan pertengkaran kecil mereka untuk yang pertama selesai, senyum tipis masih menghiasi bibir manisnya. Sepertinya itu tidak bisa dikatakan sebagai pertengkaran, walau sepertinya ia lebih menyukai sikap itu. Tidak perlu ada pertengkaran kalau semua bisa diselesaikan jika dibicarakan, dia lebih menyukai hal itu. Dari pada tiba-tiba menghilang tanpa kabar atau marah-marah tidak jelas, sepertinya ia lebih memilih untuk memberikan kesempatan untuk bicara dan menjelaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar