Cerpen cinta 'My Idola' Part ~04

Setelah kelamaan didraf komputer, akhirnya nie cerpen cinta my idola part ~ 04 muncul juga kepermukaan. Bukan nggax niat melanjutkan, hanya saja... Oh ayolah, pekerjaan gadis penulis ini juga bukan hanya membuat cerpen saja kan? Jadi yaa mohon ditunggu, toh akhirnya nih cerpen muncul juga kan?

Baiklah, dari pada curcol ga jelas, mending langsung keceritanya saja. Untuk yang sudah nunggu dan nanyain kemaren, monggo... di baca kelanjutan dari cerpen cinta my idola part ~03 kemaren. Over all, happy reading saja yaa...


Cerpen cinta 'My Idola' Part ~04


Sudah dua hari gue nggax melihat Ivan mendekati gue sejak kejadian sebelum gue membawa buku keperpustakaan itu. Ada apa sama dia, apa udah bosen dia melakukan semua itu, aduuh kenapa gue jadi merasa kehilangan ya. Ada apa sama gue sekarang?? Udahlah Seril, harusnya loe senengkan karena nggax ada lagi yang mengganggu elo. Oke Seril, loe pasti bisa melewati ini. Lupakan Ivan.

“Seril” mendengar nema gue dipanggil, gue pun menoleh keasal suara. Renddy.

“Ada apa?” tanya gue.

“Kekantin yuk” ajak Renddy.

“Loe mau nraktir gue?” tanya gue antusias. Udah taukan kalau gue ini suka banget sama yang namanya Gratisan.

“Huuu maunya... Baiklah, berhubung gue itu orang nya tergolong nggax pelit. Jadi ayo kita pergi sekarang” ajak Renddy sambil tersenyum, gue pun ikut tersenyum membalasnya, lalu melangkah mengikutinya menuju kantin.
Begitu memasuki kantin, pandangan gue terhenti di meja nomor 14, disana tampak Ivan dan teman-temannya yang lain duduk sambil menikmati makanannya. Tapi tiba-tiba pandangan Ivan berhenti kearah gue, menatap gue dengan tajam. Lalu menatap kearah Renddy yang sepertinya tidak menyadari tatapan Ivan. Dan gue langsung merasakan firasat yang buruk. Ada apa ini? Dan jantung gue langsung seolah berhenti saat Ivan melangkah meningalkan kantin. Dengan aura yang sedikit menakutkan menurut gue. Hais, ada apa lagi sama tuh anak sekarang? Kenapa kealkuannya akhir-akhir ini semakin membuata gue bingung saja.

“Kok bengong sih?” tegur Renddy.

“Eh enggax kok. Ya udah yuk kita duduk” ajak gue sambil duduk disalah saatu kursi disamping gue, sementara fikiran gue udah nggax menentu sekarang.


Cerpen Cinta My Idola

Gue melangkah kan kaki meninggalkan kampus, rencana pulang gue batal gara-gara si Ivan itu. Dia minta gue untuk menemuinya ditaman, sebenernya mau apa lagi sih tu anak? Kenapa kelakuannya aneh banget. Huuh, menyebalkan! Langkah gue terhenti begitu melihat sebuah mobil yang terparkir ditepi jalan. Sepertinya gue kenal deh sama tuh mobil. Milik siapa ya? Oh iya. Itukan mobilnya si Renddy. Kenapa bisa nyasar disini ya?

“Renddy?” tanya gue begitu gue menghampiri sang pemilik mobil yang duduk di belakang mobilnya sambil menggenggam hanpone nya, yang di panggil menoleh.

“Seril, kok loe bisa ada di sini?” tanya Renddy.

“Yang harusnya bertanya itu gue tau. Kenapa loe parkir di sini? Kena tilang baru tau rasa loe” kata gue.

“Huuu dasar ya loe, doain kok yang jelek-jelek. Kalau bukan karena nih mobil mogok juga ogah deh gue berhenti di sini” jawab Renddy.

“Hahaha, mobil rongsokan loe pakek. Bukannya loe anak orang tajir ya? Beli baru aja” ledek gue.

“Sekali lagi loe ledekin, gue gigit loe” ancam Renddy.

“Hehe, ia deh Sorry. Jadi sekarang loe lagi nungguin apaan nih? Angkutan umum??”

“Seriil, please deh. Loe jangan ledekin gue lagi” kata Renddy sebel dan membuat tawa gue langsung terdengar. Nih anak lucu banget kalau lagi sebel gitu. Akhirnya gue ikut nungguin montir yang udah ditelfone Renddy tadi.

Pukul 16:00 saat gue melihat jam yang bertengger di tangan gue, barulah tuh montir menyelesaikan tugasnya, karena hujan yang tiba-tiba turun. Akhirnya gue dan Renddy masuk kemobil, kita ngobrol-ngobrol bentar setelahnya Renddy mengantarkan gue pulang kerumah, diperjanan juga kita sempat membicarakan masa depan, yaaa satu kesimpulan yang gue dapat. Renddy beneran asyik jadi teman ngobrol, pokoknya nggax bakal kehabisan bahan obrolan deh kalau sama dia ini.

Begitu sampai dirumah, gue buru-buru mandi, karena hujan yang mengguyur bumi ini beneran deresnya minta ampun. Selesai mandi gue duduk didepan TV sambil memakan kripik kentang yang gue ambil dari kulkas. Cuaca dingin banget, gue memutuskan untuk mengenakan jaket. Hujan juga nggax berhenti-berhenti, gue inget pembicaraan gue sama Renddy tadi, walau pun kita ngomongin masa depan. Sepertinya dia bakal menjadi orang yang sukses karena cita-citanya yang tinggi, belum lagi sama kemampuannya. Beda banget sama si Ivan, udah nyebelin, nggax punya prasaan, sombong, dan... Ya ampun! Ivan?! Kenapa gue lupa kalau gue ada janji sama dia ya?? Astaga?! Apa mungkin dia masih ditaman sekarang, tapi cuacanya? Ah nggax ada salahnya gue coba liat.

Dengan cepat gue mengambil payung dan berjalan kearah taman, hujan benar-benar deras, hanya orang bodoh yang akan tetap diluar dengan cuaca yang se extrim ini. Tapi gue juga harus memastikan. Aduuh kenapa gue bisa lupa sih, gue melirik jam tangan gue sekilas, udah 4 jam lebih gue terlambat, apa mungkin dia tetap mau menunggu. Begitu tiba ditaman, nggax ada siapa-siapa disana, huuh untunglah mungkin dia udah pulang. Kenapa gue dengan begonya datang kesini sih. Mana mungkin dia akan...

“Loe terlambat Seril” pernyataan dengan nada bergetar itu membuat gue berbalik dan kaget begitu melihat sosok Ivan yang basah kuyub dengan tubuh menggigil.

“Astaga! Ivan???” dengan cepat gue menghampirinya “Loe itu bego atau gimana sih, loe nggax nyadar hujan sederas ini apa? Loe mau mati kedinginan ha?!” bentak gue. Sebenernya apa yang ada difikirannya.

“Gue akan tetap menunggu elo karena loe bilang loe akan datang” jawab Ivan yang ntah kenapa membuat dada gue berdebar nggax karuan. Tapi, kenapa sampai seperti ini.

“Tapi nggax harus kayak gini juga kan? Ya ampun tubuh loe udah mati rasa seperti ini. Sekarang loe ikut gue pulang” ajak gue sambil membantu Ivan berjalan. Astaga! Sudah berapa lama dia kehujanan seperti ini?


Cerpen Cinta My Idola

"Nih, loe minum dulu” kata gue sambil memberikan teh hangat kearah Ivan yang berbaring dikamar gue, Ivan menerimanya, lalu meminum beberapa teguk. Kalau gue sampai terlambat menemuinya, gue nggax yakin dia masih bisa bernafas sekarang. Wajahnya masih terlihat pucat meski udah gue selimutin dari tadi.

“Makasih” kata Ivan setelah meletakkan gelas tehnya diatas meja.

“Udahlah, loe bisa istirahat. Gue keluar dulu” kata gue sambil berdiri dan siap melangkah keluar tapi tiba-tiba ada yang menarik gue dan sebelum gue tersadar kini gue udah terduduk kembali disamping ranjang dengan Ivan yang memeluk gue dari belakang.

“Gue mohon. Izinin gue seperti ini, sebentaaar saja” kata Ivan, membuat gue terdiam sesaat, nggax tau harus berbuat apa. Jujur saja, ini terasa hangat dan menenangkan. Tapi, ntahlah gue masih nggax mengerti dengan apa yang gue rasakan saat ini. Apakah ini artinya gue juga udah benar-benar mencintai Ivan. Tapi... apa mungkin dia juga memiliki rasa yang sama. Kenapa begitu sulit membuat hati gue percaya. Seril, sadarlah dia itu playboy. Mana mungkin dia suka sama loe.

“Apakah semua yang gue lakukan hari ini masih belum bisa membuat elo percaya kalau gue beneran mencintai elo Seril?” tanya Ivan yang sukses membuat jantung gue kembali berdetak dengan cepat. Apa maksud ucapannya? Apa mungkin Ivan...

“Apa Loe tetap tidak bisa menatap gue?” tanya Ivan lagi “Sampai kapan gue harus menunggu?” lanjutnya. Gue melepas pelukannya dan menatap Ivan.

“Loe harus istirahat” kata gue sambil berdiri.

“Berhenti bersikap perduli sama gue kalau nantinya loe juga akan menyakiti gue Seril. Kalau loe berniat untuk tetap tidak bisa menatap gue, seharusnya loe ngga menyelamatkan gue dua kali” kata Ivan dan kembali tidur lalu membelakangi gue, menutup tubuhnya dengan selimut.

“Gue nggax mungkin membiarkan elo mati kedinginan” kata gue “Apa lagi didepan gue, loe masih punya hidup yang panjang Van” lanjut gue.

“Loe salah, hidup gue harusnya udah dari kemaren berakhir. Tapi loe menyelamatkan gue, jadi kalau pun akhirnya gue mati karna loe, itu sama sekali bukan masalah” jawab Ivan. Yang ntah kenapa membuat gue merasa bersalah. Kenapa harus seperti ini.

“Ivan...” gue nggax bisa meneruskan kata-kata gue.

“Maaf. Nggax seharusnya gue memaksa loe” kata Ivan tiba-tiba.

“Van, gue...”

“Gue mau istirahat. Kalau loe nggax keberatan, loe boleh keluar sekarang” kata Ivan dingin, membuat gue terdiam. Kenapa hati gue terasa sakit? Sepertinya Ivan juga tidak berniat untuk menatap gue saat mengatakan itu semua. Membuat gue menghembuskan nafas berat.

“Baiklah, maaf mengganggu loe” kata gue akhirnya, lalu melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Ivan sendiri. Gue duduk diruang tengah, hari udah mulai gelap, sepertinya gue harus menyiapkan makan, perut gue juga udah laper. Gue pun mulai melangkah kedapur.

Selesai makan malam, gue kembali kekamar, melihat keadaan Ivan. Masih tidur, gue pun mengurungkan niat gue yang akan membangunkannya untuk makan. Dengan hati-hati gue melangkah masuk. Memperhatikannya yang tertidur lelap. Menenangkan. Gue membenarkan selimutnya. Lalu duduk disamping ranjang. Kembali memperhatikan wajah polosnya. Kalau sedang tidur seperti ini, kenapa dia seperti seorang anak kecil. Tanpa sadar bibir gue membantuk sebuah senyuman. Tuhan, apakah gue salah kalau gue mencintainya???

“Maafin gue Van, gara-gara gue. Loe jadi harus menunggu, loe bodoh atau apa sih. Kenapa loe masih tetap menunggu!” keluh gue kearahnya, walau gue tau dia tidak akan mendengarnya.

“Saat mobil truk yang akan menabrak loe, gue juga nggax tau kenapa saat itu gue mau menyelamatkan elo. Padahal loe udah jahat banget sama gue, hanya saja. Ntah kenapa, gue juga nggax tau. Gue merasa kalau gue tatap membiarkan hal itu terjadi, gue akan kehilangan hal yang paling penting dalam hidup gue. Dan gue nggax mau itu terjadi. Gue nggax tau kenapa gue bisa berfikiran begitu, tapi gue tau kalau gue nggax bisa kehilangan elo” lanjut gue tanpa sadar.

“Apa ini yang namanya cinta atau hanya sebuah rasa kasian gue nggax tau. Hanya saja setiap berada disisi loe membuat gue merasa nyaman. Heemmm, akhir-akhir ini loe berubah menjadi orang yang nggax gue kenal. Gue menjadi takut, ntahlah. Gue juga nggax bisa menjelaskan apa yang membuat gue takut. Tapi, gue merasa semua perlakuan yang loe berikan sama gue baru-baru ini membuat gue makin merasa kalau loe akan semakin cepat menghilang. Dan gue nggax mau hal itu terjadi. Gue mau loe tatap menjadi loe yang dulu. Loe hanya perlu bersikap biasa sama gue, agar saat loe beneran pergi, gue nggax akan merasakan kesedihan. Walau gue juga tau, kalau loe pergi. Gue nggax akan dalam keadaan baik-baik saja. Hais, Seril, apasih yang loe bicarakan” gue pun memukul kepala gue agar kembali normal. Ada apa sama gue.

“Gue mau loe menjadi diri loe sendiri Ivan...” kata gue sambil berdiri, menatapnya sekilas. Lalu melangkah pergi meninggalkan kamar Ivan. Sepertinya gue harus menelfon Renddy untuk datang sekarang. Tentunya harus bersama teman wanitanya, gue nggax mungkin membiarkan ada seorang cowok yang tinggal dirumah gue sementara kita hanya berdua. Gue tau Ivan nggax mungkin macem-macem saat keadaannya sedang sakit seperti ini. Hanya saja, berjaga-jaga nggax ada salahnya bukan?



Cerpen Cinta My Idola


“Seril maksud loe?” pertanyaan itu menghentikan langkah gue yang siap menuju keperpustakaan. Sepertinya gue kenal suara itu, dengan perlahan gue mengintip kedalam ruang kelas Ivan. Disana ada Ivan, Ilham, Rafa, dan Daniel. Teman-teman Ivan, tapi gue nggax melihat Renddy disana. Tapi tunggu deh, kenapa mereka menyebut nama gue, ada apa? Oke, gue tau, menguping bukan suatu hal yang baik, tapi membicarakan orang lain juga bukan hal yang benar bukan?

“Iya. Gimana sama taruhan kita? Loe masih inget kan? Loe harus menaklukan tuh anak dan besok adalah hari terakhir loe” jawab Rafa, Ivan tersenyum sinis, nggax tau apa maksudnya.

“Apa loe nggax bisa mendapatkannya? Dan loe nyerah??” Ledek Daniel.

“Padahal Exting loe waktu dia kecelakaan itu udah hebat banget lho. Sepertinya nyata. Padahal loe tau, dia nggax melihatnya tapi loe berlagak seolah loe benar-benar mencintainya” Tambah Ilham.

“Kalian mau tau apa yang akan terjadi besok?” tanya Ivan sambil tersenyum “Apa kalian masih meragukan kehebatan gue? Menaklukan hati seorang cewek?” lanjutnya.

“Oke, sepertinya tidak ada masalah tentang itu. Dan setelah ini, siapa target kita selanjutnya?” tanya Rafa dengan senyum bangga. Deg! Jantung gue seolah terhenti begitu mendengar ungkapan mereka. Ya Tuhaaann, benarkah ini? Tanpa sadar air mata gue mengalir, setega itu kah mereka? kaki gue lemas seolah nggax bisa bergerak, ini benar-benar menyakitkan. Ivan loe...

“Seril, loe kenapa?” pertanyaan itu terdengar jelas ditelinga gue, ia gue tau suara itu. Renddy, dengan lemah gue menatap kearahnya, dia tanpak sedikit kaget saat melihat gue menangis “Lho, kok loe nangis sih? Apa yang terjadi?” tanyanya sambil memperhatikan wajah gue khawatir, gue udah nggax bisa berkata-kata lagi sekarang. Hanya air mata gue yang kembali mengalir.

“Iya Van, gimana sama selanjutnya? Siapa target kita setelah ini?” terdengar suara Ilham nggax sabar mendengar jawaban dari sahabatnya, Renddy yang mendengar itu, melongok kearah sebuah ruang yang gue tau pasti dia nggax mau itu terdengar gue, dia menatap gue khawatir.

“Brengsek! Gue udah pringatin mereka untuk tidak melanjutkan ide gila ini...” Kata Renddy marah dan siap melangkah melabrak Ivan dan yang lain, tapi dengan cepat gue manahannya.

“Bawa gue pergi dari sini Ren...” kata gue akhirnya walau air mata ini masih menetes, Renddy menatap gue “Biarkan mereka” lanjut gue menegaskan. Nggax mau membuat Renddy melanjutkan niatnya, mereka berteman. Nggax mungkin gara-gara gue, mereka harus bermusuhan. Tapi sakit dihati ini masih begitu terasa. Gue nggax nyangka kalau Ivan bakal setega itu. Kenapa gue dengan bodohnya mencintainya. Renddy menghembusan nafasnya menahan amarah, dan perlahan menarik gue mendekat kearahnya, membimbing gue meninggalkan tempat yang sangat tidak ingin gue datangi lagi.

“Tidak ada selanjutnya” langkah gue terhenti begitu mendengar jawaban Ivan yang terdegar cukup tegas, membuat gue penasaran dengan maksudnya “Seril target terakhir gue. Dan gue akan menjadikannya pasangan gue selamanya” lanjutnya membuat gue nggax tau harus seneng atau marah, tapi jujur saja hati gue sedikit senang mendengar itu.

“Maksud loe?” tanya Rafa bingung.

“Baru pertama kali gue bertemu orang yang tidak menatap gue karena semua yang gue miliki, baru permata kali gue bertemu orang yang membalas keburukan dengan sebuah kebaikan. Dan baru pertama kalinya juga gue merasakan sebuah perjuangan. Perjuangan mendapatkan cinta dari gadis yang bahkan melihat gue saja nggax mau. Kalian tau, gue mencintainya. Benar-benar mencintainya. Seorang gadis yang mampu membuat gue tidak bisa tidur dengan benar setiap malamnya, gue mencintainya yang seperti itu. Buakan karena dia cantik tapi walaupun dia biasa-biasa saja. Karena cinta itu bukan karena tapi walaupun” jawab Ivan.

“Jadi loe menyukainya Van?” tanya Ilham.

“Tidak” jawab Ivan “Gue yakin ini bukan hanya sekedar rasa suka. Karena gue sangat yakin ini lebih dari itu. Bahkan gue benar-benar yakin kalau ini adalah cinta. Gue benar-benar mencintainya. Dan dia adalah target terakhir gue. Orang yang harus menjadi milik gue” tegas Ivan. Tanpa bisa menahan diri, bibir gue membentuk sebuah senyuman meski masih samar. Dan mengusap air mata gue yang menetes.

“Kita pergi sekarang Ril?” ajak Renddy sambil membimbing melangkah pergi yang langsung gue ikuti tanpa membantah. Sepertinya hati gue benar-benar berbunga-bunga saat ini. Sulit diungkapkan, tapi gue senang mendengar pengakuan Ivan tadi. Dan gue nggax tau kenapa gue merasa begitu bahagia sekarang.

Bersambung...

Sepertinya part ini akan berakhir pada part selanjutnya, untuk meng end kan sekarang juga terlalu kepanjangan, Jadi alamat mengunggu lagi lah yaa... Kekekekek... Baiklah, ketemu di part selanjutnya saja...

Salam~Mia Cantik~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar